Thursday, January 14, 2010

Sebuah Perjalanan

"Ngga kok, Bapak ga nanya harta ngga, yang penting agama, yang penting agama."
Itulah kata-kata terbaik yang pernah kudengar dari Bapak ketika aku bersilaturahmi ke rumah istriku dengan maksud ta'aruf 3 tahun yang lalu. Kini Bapak telah tiada, beristirahat dengan tenang di kampung kelahirannya, di desa Bengkalok, kecamatan Walantaka, Serang.

"Yan, kadieu Yaann." Getar suara teh Ani, kakak perempuan istriku yang menelpon tengah malam pukul 00:30 tepat pada hari Selasa tanggal 12 Januari 2010. Yah, Bapak telah tiada, setelah perjuangan panjang melawan penyakit asam urat dan ginjal yang dideritanya. Malam itu juga kami bergegas menuju Lebakgede, Merak di antar oleh adik menggunakan mobil Carry dan bersama istri dan ibuku, dan si kecil Naureen yang masih berusia 10 bulanpun mau tidak mau harus dibangunkan dari tidurnya, kasihan juga, tetapi kami harus berangkat.

Anehnya sebelum handphone istriku berdering tengah malam itu aku bermimpi bertemu dengan Bapak dan beliau mengatakan, "semuanya 100 juta". Setelah mengatakan itu beliau pergi begitu saja. Entah apa maksud mimpi itu tetapi mungkin itu adalah pertanda akan kepergiannya.

"Allah memberikan masalah demi masalah itu untuk mendewasakan kita." Demikian ustad Unang mengatakan ketika beliau bertakziyah ke rumah Bapak. Memang benar pikirku, semua musibah yang menimpa kita sebenarnya adalah sebuah proses pendewasaan diri. Segala sesuatunya memiliki maksud dan tujuan.

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang, kelahiran, kehidupan di dunia dan kematian adalah proses yang akan kita alami. Bukanlah kematian yang seharusnya kita takutkan, akan tetapi apa yang akan menimpa diri kita setelahnya. Anak, istri, keluarga, saudara hanya akan mengantar kita hingga ke pemakaman, namun setelahnya mereka akan pergi dan kita bisa mendengar suara sendal-sendal yang bergerak menjauh meninggalkan kita.

Sendiri, sepi, sunyi, dingin, gelap, di dunia yang berbeda, alam barzakh. Ulat-ulat, cacing dan bakteri mulai akan menggerogoti dan menguraikan tubuh kita yang menjadi tempat tinggal ruh selama hidup. Sedih, takut, bingung, cemas, mungkin itulah yang akan kita rasakan di sana. Atau mungkin lebih mengerikan dari yang kita bayangkan. Kita berteriak sekeras-kerasnya memanggil-manggil, tetapi tidak ada yang mendengar. Yah, sadarlah kita saat itu bahwa "AKU SUDAH MATI". Tidak ada yang dapat menolong AKU, hanya amalan temanku nanti, entah amal baik atau buruk.

Lalu aku akan mendengar langkah-langkah kedatangan 2 makhluk cahaya. Munkar dan Nakir, mereka akan menanyakan beberapa hal, tentang Tuhan, Nabi, Agama, Saudara, Kitab Suci. Jika kita bisa menjawab semuanya dengan tenang dan benar, maka selamatlah kita seterusnya hingga hari pengadilan, tetapi jika kita tidak dapat menjawab, maka celakalah kita.

Sepohon kayu daunnya rimbun
Lebat bunganya serta buahnya
Walaupun hidup seribu tahun
Kalau tak sembahyang apa gunanya

Kami bekerja sehari-hari
Untuk belanja rumah sendiri
Walaupun hidup seribu tahun
Kalau tak sembahyang apa gunanya

Ya, Allah, ampunilah dosa kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi diriku semasa aku kecil.

Ampunilah segala dosa Bapak. Dosa yang besar, yang samar dan yang kecil. Dosa yang disadari atau tidak disadari. Terimalah segala amal baktinya, luaskan dan terangilah kuburnya, permudah segala urusannya. Amin...


Posting dan do'a ini kupersembahkan untuk ayahku yang telah meninggal dunia pada tahun 2001 yang lalu. Dan juga kepada Bapak mertuaku yang baru meninggal Selasa, tanggal 12 Januari 2010. Semoga mereka berdua beristirahat dengan tenang. Amin...