Wednesday, August 10, 2011

Hidup Bagai Musafir

Perumpamaan terbaik dalam menjalani kehidupan di dunia adalah kita layaknya seorang musafir. Seseorang yang sedang mengembara jauh, untuk pulang kembali menuju kampung halaman yang sebenarnya. Kampung yang dulu pernah menjadi tempat tinggal dari nenek moyang semua manusia, Nabi Adam dan istrinya Siti Hawa.

Jika hidup bagai seorang musafir, maka apa yang biasanya dilakukan? Ya, seorang musafir memiliki tujuan yang jelas dalam perjalanannya. Seorang musafir memerlukan perbekalan yang cukup untuk sampai pada tujuannya. Seorang musafir tidak berdiam terlalu lama dan terlena pada suatu tempat yang ia lalui. Betapapun tempat tsb. adalah tempat yang sangat indah dan banyak kesenangan. Namun ia meyakini bahwa tujuan perjalanan yang sebenarnya adalah tempat yang jauh lebih indah dan terindah dari segala tempat terindah. Seorang musafir tidak membawa beban terlalu banyak yang dapat menghambat perjalanannya.

Tujuan perjalanan kita adalah akherat, untuk menemui Sang Pencipta. Dan di akherat itu ada dua tempat ekstrim. Yang satu ekstrim penuh kesenangan, yang satu lagi ekstrim penuh kesengsaraan. Tentunya pilihan yang mana kita semua mengetahui.

الحديث الأربعون

عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. [رواه البخاري]

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundak saya seraya bersabda: “Hiduplah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara”, Ibnu Umar berkata: “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.” (Riwayat Bukhari).

Seorang musafir memerlukan perbekalan yang cukup dan tidak membawa beban yang dapat menghambat perjalanannya. Bekal itu adalah iman dan takwa yang menghasilkan pahala, sedangkan beban itu adalah dosa.

Musafir modern abad ini ketika bepergian tentunya tidaklah membawa begitu banyak barang-barang keperluan hidupnya. Karena akan merepotkan perjalanan dan memakan biaya besar. Cukuplah ia membawa bekal makanan dan minuman secukupnya,pakaian. Dan yang terpenting adalah uang dan ATM (Automatic Teller Machine). Sehingga kapanpun ia membutuhkan suatu makanan, minuman atau barang-barang tertentu, ia dapat membelinya dengan uang. Jika uangnya habis, ia dapat mengambil uang lagi menggunakan ATM yang dibawa. Praktis dan tidak merepotkan.

Seorang musafir yang sedang menuju negeri akherat juga tidak perlu membawa barang-barang dunia, karena itu akan merepotkan. Dan jangan membawa beban-beban yang dapat menghambat, yaitu dosa. Jadikan barang-barang tsb. 'uang' dan simpan dalam bentuk pahala 'ATM'. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menjadikan barang-barang dan jasa yang kita miliki bermanfaat bagi orang banyak. Tidak dinikmati dan dibawa sendiri. Dengan demikian barang-barang dan jasa itu akan berubah menjadi ATM dan uang yang menjadi perbekalan praktis kita di negeri akherat nanti. Tidak menjadi beban. Bahkan uang dan pahala ATM itu akan berkembang dan dilipatgandakan oleh Allah S.W.T. jika kita ikhlas melakukannya.

Barang yang dinikmati sendiri bukanlah milik kita. Tetapi milik kita adalah apa yang bermanfaat bagi orang lain.

Musafir tidak akan terlena dengan keindahan dunia, karena ia mengetahui tujuan yang sebenarnya. Ia hanya numpang lewat di dunia. Hanya tempat persinggahan sementara. Ketika orang-orang berlomba-lomba memperkaya diri sendiri, menikmati semua keindahan dan kemewahan. Seorang musafir juga memperkaya diri, tetapi tidak semua kekayaan itu dinikmatinya, ia mengambil barang-barang keperluan secukupnya saja agar dapat bertahan hidup. Namun selebihnya ia tabung dalam bentuk pahala, dengan cara menshadaqahkan, sehingga dapat dinikmati oleh orang banyak manfaatnya.

Dan tujuan tertinggi sebenarnya bukanlah akherat, atau pahala yang didapat. Melainkan bertemu dengan Sang Maha Pencipta serta mendapat keridhoan-Nya. Itulah kebahagiaan tertinggi yang hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang tetap bertahan dalam keistiqomahan di tengah-tengah kegilaan dunia.


Monday, August 8, 2011

Membuat Rencana atau Mengalir?

Ketika kita ditanya, apa prinsip hidupmu? Mengalir bagaikan air ataukah selalu merencanakan tindakan? Saya pribadi jika hanya diberi pilihan seperti itu tidak bisa menjawabnya, karena kedua hal itu adalah prinsip hidup yang tidak bisa dipisahkan. Justru keduanya saling menguatkan satu sama lain, bukannya saling bertentangan. Jika ditanya demikian, saya akan menjawab hidup saya memiliki perencanaan yang mengalir menuju target.

Membuat perencanaan berarti menyusun jadwal, dalam satu hari apa saja kegiatan yang akan saya lakukan. Bahkan untuk satu minggu, satu bulan dan satu tahun. Sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan selalu terkendali dan terarah menuju target hidup. Akan tetapi dalam perjalanannya, terkadang banyak terjadi hal-hal di luar perencanaan yang telah disusun. Sebagian orang akhirnya memutuskan tidak perlu membuat perencanaan, mengalir sajalah. Karena membuat perencanaan itu hanya mengekang kebebasan dan menjadi kaku terhadap waktu. Akhirnya tidak perlu membuat perencanaan, jadi mengalir saja. Apa yang ingin dikerjakan saat ini ya dikerjakan. Apa yang disukai dikerjakan. Jika hati dalam kondisi bosan dan malas, ya ditinggalkan. Akibatnya arah hidup kita menjadi tidak jelas, karena kita akan mengikuti ke mana arus yang kuat membawa perjalanan hidup.

Sebenarnya idealisme itu diperlukan, dan tidak boleh ditinggalkan. Idealisme bukanlah hanya untuk masa muda, masa belajar. Tetapi hendaknya dipertahankan hingga akhir hayat. Karena ini menyangkut keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan akherat. Idealisme yang dimaksud dalam tulisan ini adalah masalah kedisiplinan waktu. Dalam bahasa mudahnya adalah jadwal. Tetaplah kita harus memiliki jadwal yang ideal dalam keseharian. Sehingga hidup akan teratur dan terarah. Tetapi ketika terjadi hal-hal yang mengharuskan kita keluar dari jalur jadwal yang telah ditetapkan, maka sebaiknyalah kita bersikap fleksible. Menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi, asalkan tindakan kita masih dalam rangka target/tujuan hidup.

Contoh yang ada di alam adalah misalnya adalah kawat yang dialiri listrik. Idealnya adalah energi listrik yang masuk akan sama dengan energi listrik yang keluar. Namun pada kenyataannya akan berkurang. Sebagian menghilang menjadi panas akibat jauhnya perjalanan listrik dalam kawat. Tetapi bukan berarti ini diabaikan. Manusia berusaha meminimalkan energi yang hilang ini dengan berbagai cara. Misalnya memperpendek panjang kawat dan mengecilkan hambatan kawat. Walaupun tetap akan ada energi yang terbuang, namun tidak terlalu berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Karena jumlahnya yang kecil.

Jadi, perencanaan tetap diperlukan sebagai acuan. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak 100% sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Tetapi itu lebih baik, daripada tidak membuat rencana sama sekali, sehingga arah hidup menjadi tidak jelas. Namun kelenturan dalam menyikapi jadwal dalam kondisi tertentu diperlukan agar kita tidak menjadi kaku. Karena ketika kita berencana, Allah juga berencana terhadap diri kita.

Kesimpulannya, kita membuat rencana dan mengalir dalam melaksanakannya. Punya pendapat lain? Silahkan isi komentarnya di bawah ini, terima kasih...

Sunday, August 7, 2011

Amal yang Tidak Terputus

Manusia modern abad ini selalu mencari cara untuk membuat suatu sistem yang bekerja secara otomatis dan menghasilkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Sistem yang tetap bekerja dan memberikan kesejahteraan walaupun ia tidak berkecimpung lagi di dalamnya. Ini adalah sistem dalam bidang ekonomi yang sering disebut sebagai passive income.

Passive income adalah penghasilan yang terus mengalir walaupun seseorang sudah tidak bekerja lagi. Ini adalah cara cerdas manusia dalam mengefektifkan dan mengefisienkan waktu. Robert Kiyosaki mengenalkan teori Cashflow Quadrant yang membagi manusia dalam empat quadrant dalam memperoleh penghasilan. Yaitu tipe pegawai, pekerja lepas, pemilik usaha, dan penanam modal. Quadrant keempat adalah yang tertinggi, di mana seseorang tidak perlu bekerja lagi untuk mendapatkan penghasilan, karena sudah terbentuk sebuah sistem yang bekerja 24 jam menghasilkan profit bagi dirinya. Namun teori Cashflow Quadrant ini hanyalah untuk kesejahteraan di dunia.

Ternyata 14 abad yang lalu, jauh sebelum Robert Kiyosaki mempopulerkan teori Cashflow Quadrant, Rasulullah Muhammad SAW telah mengenalkannya, walaupun bukan dalam bidang ekonomi, tetapi jauh lebih luas lagi menembus dimensi alam dunia hingga alam kubur dan akherat. Ini dapat dibaca dalam hadits Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad:

عَنْ أبِى هُرَيْرَة (ر) أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:

صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود)


“Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak yang shalih yang mendo’akannya”.

Dalam bidang amal, ternyata terdapat juga teori Cashflow Quadrant ini. Ketika kita berbuat suatu amal kebaikan misalnya, maka kita mendapatkan pahala. Namun ketika kita tidak melakukannya, tentu tidak mendapatkan pahala. Apalagi setelah kita mati, terputuslah kesempatan untuk beramal dan mendapatkan pahala. Hanya tinggal menunggu hisab (perhitungan amal), jika lebih banyak kebaikannya, kita akan beruntung. Jika sebaliknya kita merugi. Tetapi ada cara cerdas agar pahala dari suatu amal tsb. akan terus mengalir walaupun kita sedang tidak melakukannya atau karena sudah meninggal dunia. Yaitu dengan mengajarkan amal tsb. kepada orang lain. Mengajarkan ilmu kepada orang lain, tentunya ilmu yang bermanfaat. Maka, setiap seseorang mengamalkan ilmu yang bermanfaat yang didapatkan dari usaha kita mendidiknya, kitapun akan ikut mendapatkan bagian pahalanya. Bagaimana jika banyak orang yang kita ajarkan, dan bagaimana pula jika setiap orang-orang tsb. mengajarkannya lagi. Tentu pahala akan mengalir deras ke pundi-pundi rekening akherat kita. Mirip seperti profit yang didapatkan seorang pengusaha pemasaran jaringan berjenjang yang sukses. Ilmu yang bermanfaat dapat diabadikan dalam bentuk catatan, tulisan, buku dan lain-lain sehingga itu akan menjadi investasi akherat kita.

Selain ilmu yang bermanfaat, dalam hadits tsb. juga disebutkan anak yang sholeh. Suatu ketika di akherat nanti seorang akan merasa heran dengan derajat tinggi yang diperolehnya dari Allah SWT di surga. Padahal ia merasa tidak pernah melakukan suatu amaliyah yang spesial. Ternyata ketinggian derajat itu disebabkan oleh istighfar sang anak yang soleh dan terus mendoakan orang tuanya. Maka, anak adalah investasi kita juga untuk keselamatan di akherat. Maka, mari kita didik dan bekali ia dengan ilmu, terutama ilmu untuk mengenal Sang Pencipta. Jika kita berhasil dan sukses mendidiknya, dengan mengorbankan harta, waktu, uang dan tenaga, maka bersiaplah menerima ketinggian derajat dari Allah SWT.

Yang berikutnya adalah sedekah jariyah. Yaitu suatu sedekah yang pahalanya akan terus mengalir walaupun si pemberi sedekah telah meninggal dunia. Contohnya adalah, mewakafkan sebuah tanah dan membangun sebuah Masjid, mendirikan sebuah yayasan untuk mendidik anak-anak jalanan, membagi-bagikan Al-qur'an, menanam pohon sehingga orang lain dapat menikmati buahnya atau berteduh di bawahnya, dan lain-lain.

Ummat rasulullah Muhammad SAW memang diberikan usia yang pendek. Mungkin antara 60 tahun, dan jika sudah 90 tahun merupakan usia yang cukup panjang. Tidak seperti ummat-ummat terdahulu yang usianya hingga mencapat ratusan. Tetapi bukan berarti usia yang pendek, maka kesempatan beramal dan memperoleh bekal untuk kehidupan di akherat kita menjadi terbatas. Banyak cara-cara cerdas yang sudah diajarkan oleh Rasul, salah satunya dari hadits tsb. di atas. Belum lagi pada bulan Ramadhan kali ini, Allah melipatgandakan pahala amal menjadi sangat besar, bahkan ada suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan, itulah malam lailatul qadar.

Friday, August 5, 2011

Berpandangan ke Depan

Setiap hari manusia yang masih bernafas pasti melakukan aktivitas. Tidak ada yang diam, karena diam itu sendiri adalah aktivitas. Kecuali seseorang itu telah mati di dunia, walau matipun sebenarnya ruh masih ada dan beraktivitas.

Secara wujud lahiriah kita melihat semua manusia sama saja dalam melakukan suatu aktivitas. Tetapi jika dicermati sebenarnya ada yang berbeda secara batiniah dan pikiran. Apa yang berbeda? Misalkan ada dua orang yang bekerja sebagai buruh tani. Mereka bekerja menanam dan merawat padi di sawah hingga panen. Sebut saja pak A dan pak B. Pak A berpikir bahwa saya bekerja di sawah dan memang pekerjaan saya sebagai petani yang diberi upah oleh majikan. Sehingga saya dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dalam pekerjaan yang sama pak B berpikir bahwa pekerjaan sebagai buruh tani memang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun selain itu juga ia berpikir lebih, yaitu melalui tangan saya, padi ini akan saya rawat, saya beri pupuk, hingga tumbuh subur dan dapat dipanen. Saya kemudian mengolahnya menjadi beras yang siap disalurkan. Sehingga karena pekerjaan saya, banyak orang dapat menikmati nasi yang menjadi makanan pokok. Misalnya seorang anak kecil yang akan berangkat ke sekolah untuk menuntut ilmu, di pagi hari akan makan nasi dari hasil jerih payah saya. Sehingga anak-anak dapat tumbuh sehat, kuat, belajar dan berkembang menjadi manusia yang berguna. Artinya saya ikut andil dalam pembangunan bangsa ini.

Lebih jauh ke depan, tentunya saya akan mendapatkan pahala dan balasan yang melimpah dari Sang Pencipta padi itu sendiri. Dan ini akan menjadi bekal hidup saya di akherat nanti. Pahala yang saya peroleh akan berubah menjadi sebuah istana di surga kelak. Walaupun di dunia rumah saya hanyalah sebuah rumah gubug biasa. Begitu pikir pak B. Terlihat jelas perbedaannya ketika kita menyelami isi hati dan pikiran pak A dan pak B.

Apapun yang kita lakukan, aktivitas sekecil apapun, jika kita berpandangan ke depan akan terasa menyenangkan dan berguna. Sehingga ini bisa menjadi motivasi untuk tidak mudah menyerah akan setiap kegagalan yang dialami. Karena setiap perbuatan baik yang diniatkan untuk ibadah maka ia akan bernilai pahala. Walaupun di dunia misalnya mengalami kegagalan-kegagalan, maka sebenarnya kita sudah memperoleh pahala dari proses yang kita lakukan. Dan pahala artinya adalah bekal untuk di akherat. Jika kita terus berbuat dan belajar dari kegagalan-kegagalan itu, maka kita akan berhasil. Dan akan lebih banyak lagi pahala yang didapat dari keberhasilan yang dinikmati oleh orang banyak.

Ketinggian seseorang di mata Allah tidaklah dinilai dari seberapa banyak harta, seberapa tinggi jabatan, seberapa besar pengaruh dan kekuasaan. Tetapi Allah hanya menilai dari sisi keimanan dan ketakwaannya. Bisa jadi seorang buruh bangunan yang ikhlas dan berpandangan ke depan memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan seorang pejabat negara yang korup. Walaupun di mata masyarakat dunia seorang pejabat negara tsb. memiliki status yang tinggi, dapat mempengaruhi orang banyak, memiliki harta dan kemewahan di mana-mana. Dengan harta dan uangnya ia mampu membeli apapun yang diinginkan. Ia dapat mempengaruhi kebijakan negara melalui undang-undang yang dibuat. Namun jika pejabat tsb. bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, melakukan korupsi, dan kecurangan-kecurangan lainnya. Maka, di kehidupan berikutnya (akherat), bisa jadi ia adalah seseorang yang paling merugi. Habis semua amal kebaikannya tertutup oleh do'a orang-orang yang teraniaya, habis oleh dosa akibat harta haram yang didapat. Sebaliknya seorang buruh bangunan yang bekerja ikhlas karena Allah, memberikan kemampuan yang terbaik. Melalui keterampilan tangannya ia dapat membuat sebuah bangunan rumah yang kokoh dan nyaman, indah. Sehingga sang pemilik rumah dapat tinggal di dalamnya bersama keluarganya. Di rumah itu sang pemilik dapat beristirahat dari pekerjaannya, berteduh dari panas matahari, dari hujan. Dari rumah itu juga akan lahir anak-anak yang cerdas dan calon pemimpin bangsa. Tentunya akan menjadi amal saleh dan pahala yang tiada terputus bagi sang buruh bangunan ketika ia berpikir ke depan seperti itu. Dan tentunya derajatnya akan jauh lebih tinggi dari sang pejabat yang melakukan korupsi. Dan derajat dalam pandangan Allah, tentunya bukan sekedar gelar, status dan sertifikat. Tetapi derajat itu benar-benar akan mengantarkannya ke kehidupan yang sejahtera secara materi dan spiritual, bahagia di dunia dan akherat yang abadi.

Nah, bagaimana dengan kita? Sebaiknya kita tidak menyepelekan lagi apapun bidang profesi atau pekerjaan yang kita tekuni. Juga tidak menyepelekan aktivitas positip sekecil apapun yang dilakukan. Ketika kita berpandangan ke depan, segala aktivitas positip sekecil apapun akan memiliki arti. Misal, ketika kita membuang sampah pada tempatnya, kita niatkan agar lingkungan menjadi bersih dan indah, orang lain yang melihatpun akan senang, terhindar dari penyakit, akhirnya kita memperoleh pahala sebagai bekal kita. Ketika kita makan, kita membaca basmallah, kemudian menyadari ini adalah rezeki dari Allah. Dengan makan, maka saya menjadi bertenaga kembali, lalu dengannya saya bisa bekerja dan beribadah, maka pahala lagi buat bekal saya. Ketika saya berolahraga, saya niatkan supaya badan selalu sehat dan kuat, tidak mudah terserang penyakit, sehingga saya bisa menghemat pengeluaran saya untuk berobat, dan uang penghematan tsb. bisa lebih saya manfaatkan untuk kepentingan lain yang lebih besar daripada sekedar mengobati penyakit, pahala lagi buat saya. Ketika saya bekerja sebagai cleaning service misalnya, saya harus pulang sore hari, karena harus membersihkan kantor, menyapu, mengepel, mencuci piring-piring dan gelas, padahal saat itu tidak ada seorangpun yang melihat saya. Tetapi jika berpikiran ke depan, walaupun tidak ada seorangpun, saya akan lakukan tugas saya sebaik mungkin. Sehingga esok pagi kantor dalam keadaan bersih, sehingga siap digunakan untuk aktivitas kembali oleh para pegawainya. Pahala buat saya.

Alangkah indahnya jika setiap manusia khususnya di Indonesia sudah berpikir dan bertindak seperti ini. Berpandangan ke depan, tidak hanya sebatas bekerja dan menerima gaji, tetapi jauh ke depan untuk melayani sesama, dan jauh ke depan lagi untuk kepentingan dirinya sendiri di akherat. Saya yakin negara ini akan menjadi negara yang maju dan disegani bangsa-bangsa di dunia.

Kalau sudah berpandangan ke depan, masihkah berpikir bahwa hidup kita tiada arti? Marilah kita baca dan renungkan hadits berikut ini.

Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu." (HR Bukhari dan Muslim)

Nah, setiap kita adalah pemimpin. Dan pemimpin adalah orang yang penting. Artinya kita adalah orang yang penting, tentunya dalam bidang yang kita geluti, sekecil apapun itu.

Kemudian mari kita baca dan renungkan puisi dari Douglas Mallock berikut ini:


Jika kau tak dapat menjadi pohon meranti di puncak bukit
Jadilah semak belukar di lembah,
Jadilah semak belukar yang teranggun di sisi bukit
Kalau bukan rumput, semak belukar pun jadilah
Jika kau tak boleh menjadi rimbun, jadilah rumput
Dan hiasilah jalan di mana-mana
Jika kau tak dapat menjadi ikan mas, jadilah ikan sepat
Tapi jadilah ikan sepat terlincah di dalam paya
Tidak semua dapat menjadi nahkoda, lainnya harus menjadi awak kapal dan penumpang
Pasti ada sesuatu untuk semua.
Karena ada tugas berat, maka ada tugas ringan
Di antaranya dibuat yang lebih berdekatan
Jika kau tak dapat menjadi bulan, jadilah bintang
Jika kau tak dapat menjadi jagung, jadilah kedelai
Bukan dinilai kau kalah ataupun menang
Jadilah dirimu sendiri yang terbaik


Demikian, semoga bermanfaat..