Monday, November 3, 2008

Selalu Belajar, Berubah dan Berkembang

Adakah batasan waktu dalam belajar di dalam hidup ini? Apakah kita menetapkan batas usia tertentu untuk menyelesaikan kegiatan belajar? Sampai usia 25 misalnya? Karena usia muda pikiran juga dalam kondisi terbaik? Apakah belajar itu mulai dari TK, SD, SMP, SMA, D1, D2, D3, S1, S2 sampai S3? Usia muda memang cocok untuk belajar, bergiat-giatlah mempelajari bidang yang kita tekuni dengan sungguh-sungguh karena di usia muda pikiran kita sangat segar dan mudah menerima perubahan. Standar gelar juga cukup baik untuk memberikan sertifikasi bahwa seseorang telah memiliki kompetensi bidang ilmu tertentu asal memang ia menempuhnya dengan kesungguhan belajar. Tetapi rasanya terlalu sempit jika kita membatasi standar belajar hanya dari gelar dan usia.

Zaman terus berubah dan berkembang dengan demikian pesatnya. Media pembelajaran terus berubah mulai dari zaman menulis di pasir, batu, kayu, papan tulis (black board), white board, keyboard, sampai yang tercanggih adalah virtual board. Metoda, sistem, cara pembelajaran juga terus berkembang demikian pesat. Belajar sistem klasikal, ceramah, kelompok, individu, eksplorasi, games, outbond, studi wisata, quantum learning, sistem esq, sistem online, dll. Semuanya berkembang dan berubah karena sifat manusia yang memang memiliki akal pikiran dan kehendak untuk ingin lebih dan lebih.

Nah, terkadang bahkan selalu perubahan itu jauh lebih cepat daripada pertambahan usia kita atau dari masa studi kita untuk mendapatkan gelar akademik tertentu. Maka, diperlukan kemauan untuk terus belajar, berubah dan berkembang tanpa harus menunggu usia tertentu atau mendapat gelar akademik tertentu. Karena akan terlalu telambat bagi diri kita jika itu yang menjadi standar.

Ada orang yang berkata bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk memiliki cita-cita. Terlalu tua untuk belajar. Atau ada pula yang berkata, sudah cukup apa yang saya dapatkan saat ini, saya sudah memiliki pekerjaan yang mapan dan saya merasa nyaman, saya tidak memiliki cita-cita menjadi apapun lagi. Adapula yang berkata saya sudah cukup mendapat gelar S2 dengan perjuangan berat, waktu, tenaga, biaya dan pikiran. Sehingga ia tidak ada keinginan belajar lagi karena pikirannya sudah terpatok pada gelar, pekerjaan yang ia peroleh atau usianya saat ini.

Cita-cita ketika sudah berumur tua memang tidak harus selalu berupa materi, harta, dll. Sekedar bercita-cita menjadikan anak cucunya pandai shalat saja sudah merupakan cita-cita yang tinggi. Bercita-cita memiliki aneka tanaman obat di kebun halaman rumah juga merupakan sebuah cita-cita.

Rasulullah SAW. pernah bersabda : “Apabila esok kiamat terjadi, sementara di tanganmu ada bibit kurma, maka jika mampu menanamnya sebelum kiamat terjadi, tanamlah!” (H.R. Ahmad). Sangat jelas nasehat Rasulullah dalam hadits tsb. Mengandung pengertian tidak mudah menyerah bahkan walaupun akan menghadapi hari kiamat, selama masih hidup dan ada yang dapat ditanam (bibit kurma) maka tanamlah. Allah melihat kesungguhan dan keikhlasan kita serta membalas dengan pahala dan surga, tidak sekedar dari hasil yang diperoleh.

Ada pepatah yang mengatakan "belajarlah dari buaian sampai liang lahat" . Artinya hanya maut yang menghentikan proses belajar dan mengejar cita-cita kita. Hanya maut satu-satunya batasan yang menghentikan proses belajar. Belajar itu juga memiliki nilai ibadah jika kita niatkan ikhlas mencari keridhoan Allah, mentafakuri kebesaran dan keagungan Allah, sehingga semakin kita belajar, semakin banyak ilmu dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara maka semakin menyadari kelemahan diri, semakin merunduk seperti padi. Semakin aku berilmu, maka semakin aku mengetahui betapa kecil diriku di hadapan-Nya.

Oleh: Yoga
http://istanayoan.blogspot.com

No comments:

Post a Comment