Sunday, October 23, 2011

PEMIMPIN ADALAH PELAYAN RAKYAT

Rakyat Banten baru saja mengikuti kegiatan pemilihan Gubernur Banten yang baru. Sabtu tanggal 22 Oktober 2011, mulai pukul 07:00 pagi hingga pukul 13:00 siang hari seluruh TPS di Banten siap melayani para pencoblos. Hari Sabtu pun menjadi hari libur bagi masyarakat Banten untuk mengikuti pesta demokrasi.
Tiga pasang calon yang akan dipilih rakyat adalah Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno dengan nomor urut satu, kemudian pasangan Wahidin Halim - Irna Narulita nomor urut dua dan pasangan nomor urut tiga Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki

Beberapa hari sebelum pencoblosan adalah hari-hari yang sibuk dengan kampanye, sosialisasi program, bahkan hingga acara debat calon gubernur yang ditayangkan secara live oleh salah satu stasiun TV swasta. Melalui acara ini setidaknya rakyat dapat menyimak program-program pembangunan Banten yang disampaikan oleh para calon. Tanpa adanya program acara debat di TV mungkin bagi masyarakat yang sibuk dengan aktivitasnya sehari-hari tidak akan sempat untuk membaca, mengenal atau mengikuti kampanye para calon. Melalui acara debat calon minimal rakyat mengetahui wajah-wajah calon pemimpin Banten dan cara mereka berbicara, penampilan, dsb. sehingga tidak asal pilih nantinya, tetapi benar-benar berdasarkan pilihan pribadi. Terkadang penampilan dan cara berbicara juga menjadi faktor penentu pilihan rakyat. Para calon yang berbicara dengan tenang, jelas, tegas, namun juga santai dan humoris mungkin akan banyak disukai. Walaupun sebenarnya program dan tindakan nyata dan jelaslah yang diperlukan rakyat. Bukan janji-janji yang akhirnya tidak juga ditepati.
Sudah lama masyarakat Banten dan juga tentunya masyarakat Indonesia memimpikan pemimpin yang betul-betul merakyat dan melayani rakyat. Pemimpin yang sadar betul bahwa mereka adalah pelayan, pengabdi untuk kepentingan rakyat. Pemimpin yang sadar bahwa segala tindakannya diawasi tidak hanya oleh rakyat, oleh presiden, oleh menteri, tetapi juga oleh pemimpin dari segala pemimpin, yaitu Allah S.W.T.
Pemimpin sebenarnya adalah pelayan rakyat, artinya seharusnya ia memang bekerja untuk rakyat. Bukan untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Pemimpin harus sejajar dengan rakyat dalam arti harus siap menderita seperti rakyat, bahkan siap miskin, lapar, menderita, susah seperti rakyat. Tetapi yang kita lihat adalah ironis, di saat pemimpin kenyang dengan hasil korupsi, banyak rakyat menderita busung lapar karena untuk mencari sesuap nasi saja susah. Ketika pemimpin memiliki mobil mewah yang sangat mahal untuk bepergian, rakyat masih banyak yang sulit untuk memiliki kendaraan pribadi minimal motor. Ketika pemimpin memiliki rumah mewah, besar dan megah, rakyat untuk kredit tipe rumah sangat sederhana saja sangat sulit.
Pemimpin yang melayani rakyat berarti setiap hari yang dipikirkan adalah rakyatnya. Terus bekerja keras, berusaha, bagaimana agar rakyat saya sejahtera secara adil dan merata di seluruh wilayah yang saya pimpin. Artinya tidak ada kesempatan baginya untuk santai, bersenang-senang, apalagi sampai melakukan korupsi.
Saatnya pemimpin berpikir bahwa jabatannya adalah untuk melayani rakyat. Ini bukan profesi untuk memperkaya diri sendiri, kalau ingin menjadi kaya jadilah pedagang atau pengusaha. Kalau menjadi pemimpin sambil menjadi pengusahapun, berhati-hati memisahkan mana tugas dan mana bisnis. Tidak mudah, karena pada akhirnya akan menjerumuskan juga pada korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebaiknya para pemimpin merenungkan kata-kata Umar Bin Khatab, pemimpin besar Islam, seorang khalifah. Beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Dalam satu riwayat Qatadah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”

No comments:

Post a Comment