Friday, August 5, 2011

Berpandangan ke Depan

Setiap hari manusia yang masih bernafas pasti melakukan aktivitas. Tidak ada yang diam, karena diam itu sendiri adalah aktivitas. Kecuali seseorang itu telah mati di dunia, walau matipun sebenarnya ruh masih ada dan beraktivitas.

Secara wujud lahiriah kita melihat semua manusia sama saja dalam melakukan suatu aktivitas. Tetapi jika dicermati sebenarnya ada yang berbeda secara batiniah dan pikiran. Apa yang berbeda? Misalkan ada dua orang yang bekerja sebagai buruh tani. Mereka bekerja menanam dan merawat padi di sawah hingga panen. Sebut saja pak A dan pak B. Pak A berpikir bahwa saya bekerja di sawah dan memang pekerjaan saya sebagai petani yang diberi upah oleh majikan. Sehingga saya dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dalam pekerjaan yang sama pak B berpikir bahwa pekerjaan sebagai buruh tani memang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun selain itu juga ia berpikir lebih, yaitu melalui tangan saya, padi ini akan saya rawat, saya beri pupuk, hingga tumbuh subur dan dapat dipanen. Saya kemudian mengolahnya menjadi beras yang siap disalurkan. Sehingga karena pekerjaan saya, banyak orang dapat menikmati nasi yang menjadi makanan pokok. Misalnya seorang anak kecil yang akan berangkat ke sekolah untuk menuntut ilmu, di pagi hari akan makan nasi dari hasil jerih payah saya. Sehingga anak-anak dapat tumbuh sehat, kuat, belajar dan berkembang menjadi manusia yang berguna. Artinya saya ikut andil dalam pembangunan bangsa ini.

Lebih jauh ke depan, tentunya saya akan mendapatkan pahala dan balasan yang melimpah dari Sang Pencipta padi itu sendiri. Dan ini akan menjadi bekal hidup saya di akherat nanti. Pahala yang saya peroleh akan berubah menjadi sebuah istana di surga kelak. Walaupun di dunia rumah saya hanyalah sebuah rumah gubug biasa. Begitu pikir pak B. Terlihat jelas perbedaannya ketika kita menyelami isi hati dan pikiran pak A dan pak B.

Apapun yang kita lakukan, aktivitas sekecil apapun, jika kita berpandangan ke depan akan terasa menyenangkan dan berguna. Sehingga ini bisa menjadi motivasi untuk tidak mudah menyerah akan setiap kegagalan yang dialami. Karena setiap perbuatan baik yang diniatkan untuk ibadah maka ia akan bernilai pahala. Walaupun di dunia misalnya mengalami kegagalan-kegagalan, maka sebenarnya kita sudah memperoleh pahala dari proses yang kita lakukan. Dan pahala artinya adalah bekal untuk di akherat. Jika kita terus berbuat dan belajar dari kegagalan-kegagalan itu, maka kita akan berhasil. Dan akan lebih banyak lagi pahala yang didapat dari keberhasilan yang dinikmati oleh orang banyak.

Ketinggian seseorang di mata Allah tidaklah dinilai dari seberapa banyak harta, seberapa tinggi jabatan, seberapa besar pengaruh dan kekuasaan. Tetapi Allah hanya menilai dari sisi keimanan dan ketakwaannya. Bisa jadi seorang buruh bangunan yang ikhlas dan berpandangan ke depan memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan seorang pejabat negara yang korup. Walaupun di mata masyarakat dunia seorang pejabat negara tsb. memiliki status yang tinggi, dapat mempengaruhi orang banyak, memiliki harta dan kemewahan di mana-mana. Dengan harta dan uangnya ia mampu membeli apapun yang diinginkan. Ia dapat mempengaruhi kebijakan negara melalui undang-undang yang dibuat. Namun jika pejabat tsb. bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, melakukan korupsi, dan kecurangan-kecurangan lainnya. Maka, di kehidupan berikutnya (akherat), bisa jadi ia adalah seseorang yang paling merugi. Habis semua amal kebaikannya tertutup oleh do'a orang-orang yang teraniaya, habis oleh dosa akibat harta haram yang didapat. Sebaliknya seorang buruh bangunan yang bekerja ikhlas karena Allah, memberikan kemampuan yang terbaik. Melalui keterampilan tangannya ia dapat membuat sebuah bangunan rumah yang kokoh dan nyaman, indah. Sehingga sang pemilik rumah dapat tinggal di dalamnya bersama keluarganya. Di rumah itu sang pemilik dapat beristirahat dari pekerjaannya, berteduh dari panas matahari, dari hujan. Dari rumah itu juga akan lahir anak-anak yang cerdas dan calon pemimpin bangsa. Tentunya akan menjadi amal saleh dan pahala yang tiada terputus bagi sang buruh bangunan ketika ia berpikir ke depan seperti itu. Dan tentunya derajatnya akan jauh lebih tinggi dari sang pejabat yang melakukan korupsi. Dan derajat dalam pandangan Allah, tentunya bukan sekedar gelar, status dan sertifikat. Tetapi derajat itu benar-benar akan mengantarkannya ke kehidupan yang sejahtera secara materi dan spiritual, bahagia di dunia dan akherat yang abadi.

Nah, bagaimana dengan kita? Sebaiknya kita tidak menyepelekan lagi apapun bidang profesi atau pekerjaan yang kita tekuni. Juga tidak menyepelekan aktivitas positip sekecil apapun yang dilakukan. Ketika kita berpandangan ke depan, segala aktivitas positip sekecil apapun akan memiliki arti. Misal, ketika kita membuang sampah pada tempatnya, kita niatkan agar lingkungan menjadi bersih dan indah, orang lain yang melihatpun akan senang, terhindar dari penyakit, akhirnya kita memperoleh pahala sebagai bekal kita. Ketika kita makan, kita membaca basmallah, kemudian menyadari ini adalah rezeki dari Allah. Dengan makan, maka saya menjadi bertenaga kembali, lalu dengannya saya bisa bekerja dan beribadah, maka pahala lagi buat bekal saya. Ketika saya berolahraga, saya niatkan supaya badan selalu sehat dan kuat, tidak mudah terserang penyakit, sehingga saya bisa menghemat pengeluaran saya untuk berobat, dan uang penghematan tsb. bisa lebih saya manfaatkan untuk kepentingan lain yang lebih besar daripada sekedar mengobati penyakit, pahala lagi buat saya. Ketika saya bekerja sebagai cleaning service misalnya, saya harus pulang sore hari, karena harus membersihkan kantor, menyapu, mengepel, mencuci piring-piring dan gelas, padahal saat itu tidak ada seorangpun yang melihat saya. Tetapi jika berpikiran ke depan, walaupun tidak ada seorangpun, saya akan lakukan tugas saya sebaik mungkin. Sehingga esok pagi kantor dalam keadaan bersih, sehingga siap digunakan untuk aktivitas kembali oleh para pegawainya. Pahala buat saya.

Alangkah indahnya jika setiap manusia khususnya di Indonesia sudah berpikir dan bertindak seperti ini. Berpandangan ke depan, tidak hanya sebatas bekerja dan menerima gaji, tetapi jauh ke depan untuk melayani sesama, dan jauh ke depan lagi untuk kepentingan dirinya sendiri di akherat. Saya yakin negara ini akan menjadi negara yang maju dan disegani bangsa-bangsa di dunia.

Kalau sudah berpandangan ke depan, masihkah berpikir bahwa hidup kita tiada arti? Marilah kita baca dan renungkan hadits berikut ini.

Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu." (HR Bukhari dan Muslim)

Nah, setiap kita adalah pemimpin. Dan pemimpin adalah orang yang penting. Artinya kita adalah orang yang penting, tentunya dalam bidang yang kita geluti, sekecil apapun itu.

Kemudian mari kita baca dan renungkan puisi dari Douglas Mallock berikut ini:


Jika kau tak dapat menjadi pohon meranti di puncak bukit
Jadilah semak belukar di lembah,
Jadilah semak belukar yang teranggun di sisi bukit
Kalau bukan rumput, semak belukar pun jadilah
Jika kau tak boleh menjadi rimbun, jadilah rumput
Dan hiasilah jalan di mana-mana
Jika kau tak dapat menjadi ikan mas, jadilah ikan sepat
Tapi jadilah ikan sepat terlincah di dalam paya
Tidak semua dapat menjadi nahkoda, lainnya harus menjadi awak kapal dan penumpang
Pasti ada sesuatu untuk semua.
Karena ada tugas berat, maka ada tugas ringan
Di antaranya dibuat yang lebih berdekatan
Jika kau tak dapat menjadi bulan, jadilah bintang
Jika kau tak dapat menjadi jagung, jadilah kedelai
Bukan dinilai kau kalah ataupun menang
Jadilah dirimu sendiri yang terbaik


Demikian, semoga bermanfaat..

2 comments:

  1. yup bener banget, seperti puasa, biar tidak hanya dapat lapar dan haus saja :) makasih ya

    ReplyDelete